Pemahaman tentang kebebasan yang menjadi sentral pemikiran Dostoievsky mutlak dikaitkan dengan kejahatan. Melalui analisis kejahatan, makna intrinsik kebebasan terpahamkan. Dalam mempercakapkan kebebasan Dostoievsky dalam hampir seluruh karya-karya sastranya memperlihatkan suatu pergeseran baru yang bersifat emansipatoris. Dostoievsky menggeserkan manusia ke tataran yang kongkret, realistik dengan segenap kecenderungan yang dikandungnya dalam suatu makna yang sama sekali baru. Makna baru tersebut selanjutnya dipertautkan dengan struktur dasar makna primordial hakiki manusia sebagai meonik..
Orientasi manusia dengan status primordial kebebasan merupakan titik tolak bagi Dostoievsky dalam upaya menguak misteri manusia. Kebebasan didudukkan dalam status primordialnya sebagai "meonik" dan bukan "ontik" sebagaimana dipahamkan oleh Heidegger. Sebagai meonik berarti kebebasan adalah kebebasan bagi dirinya. Kebebasan tidak dapat diperlakukan demi suatu ideologi tertentu, suatu kepentingan tertentu. Dengan demikian kebebasan terhindar dari distorsi dan senantiasa pula berada pada hukum-hukum esoterik, otonom dan tegar sebagai suatu totalitas identitas (tozdennost').
Sebagai meonik kebebasan lepas dari segenap interpretasi dan deskripsi dan kategori-kategori baku, dan hanya terpahamkan melalui penghampiran intuitif dan penghayatan batin. Penghampiran melalui wacana nalariah akan meredusir makna intrinsik kebebasan. Melalui meonik selanjutnya dalam pengertian epistemologi disebut sebagai meontologi. Dostoievsky menggeserkan pemahaman tentang manusia dari spektrum transendental ke spektrum imanensi .Melalui pergeseran ini manusia menjadi sesuatu yang kongkret dan bukan abstrak sebagaimana pada Hegel. Namun sebagai yang kongkret bukan berarti manusia tertempatkan sebagai melulu materialistik sebagaimana dipersepsikan oleh Marx. Sebaliknya dalam perspektif imanensi Dostoievsky menghadirkan manusia dengan segenap unsur konstitutif dan horison makna yang dikandungnya dalam suati totalitas dan buklan solipsitik, atomistik.
Melalui meontologi manusia menjadi kongkret dan bukan lagi sebagai sesuatu yang abstrak. Pemahaman Dostoievsky terhadap kebebasan mirip dengan pemahaman fenomelogi sebagaimana dianjurkan oleh Husserl dan Merleau-Ponty. Bedanya, Dostoievsky mendudukkan kebebasan dengan "mahkota" roh dalam persentuhan dan keterlibatan langsung dengan dimensi irrasionalitas. Kebebasan irrasionalitas ini secara signifikan dipaparkan dalam karya agung filosofis-intuitif dalam The Double (Dvonik) dan secara teoritik-deskriptif terartikulasikan dalam Notes from the Underground (Zapiski iz Pod Polya).
Pemahaman tentang kebebasan dalam konteks ini mirip dengan naturalisme yang diyakini Kristen dan dapat menjadi dasar originalitas dan independensi kultur bangsa Rusia. Mereka mengadakan penetrasi melalui kehidupan artifisial eksterior untuk memperoleh suatu restorasi dalam jiwa dalam bentuk baru; suatu kepercayaan yang diperbaharui secara dasariah (grunt), tanah (pochva), rakyat - suatu restorasi dalam pikiran dan hati dari sesuatu yang ada (neposredstviem). Grigorievm menegaskan bahwa bahwa segalanya harus diletakkan dalam tataran "organic" - terkait dengan konteks historisitas, sosial, dan kekuatan spiritual termasuk bentuk psikologi seni
Melalui metode penetrasi, Dostoievsky memperkenalkan "meontologi" sebagai suatu bentuk pemahaman baru tentang fenomenologi. Prinsip "cogito ergo sum" Descartes oleh Dostoievsky digeserkan ke tataran "dinamika, yaitu suatu substansi yang merujuk pada prinsip kekosongan, Ungrund Boehme.
Meontologi yang mengisyaratkan meonik sebagai dinamika yang merujuk pada Ungrund yang dimaksudkan, Dostoievsky mengatasi prinsip "kasualitas" pada psikologisme Brentano. Dostoievsky juga melampaui priunsip kesadaran murni, ego transendental Husserl dalam formasi polaritas "subyek-obyek". Dostoievsky juga menempatkan manusia sebagai suatu "kesadaran total dan difinitif". Dalam bingkai interaksi dan penghayatan bersama dengan manusia lain melalui sarana budaya, wacana bahasa dan komunikasi sebagaimana terpahamkan dalam "etre du monde" Merleau-Ponty, Dostoievsky sebagai kopernikan baru dalam filsafat antropologi memberikan nafas baru kepada fenomenologi. (Boangmanalu : 2001).
Prinsip keharusan eksistensial yang menempatkan interaksi inter-personal sebagai yang sentral ditorehkan oleh Dostoievsky dalam Kejahatan dan Hukumannya melalui mulut Porfiry sebagai berikut: "Engkau tidak dapat melarikan diri dari kami". Ungkapan ini dicetuskan oleh Raskolnikov kepada Sonya. Dikatakan : "Saya berlutut bukan padamu, melainkan sujud ke hadapan humanitas". Ungkapan ini mengafirmasikan prinsip 'etre du monde" Merleau-Ponty. Prinsip komunikasi interpersonalitas ini pulalah menjadi tema sentral dalam Kejahatan dan Hukumannya.
Dalam tataran dan kualitas meonik secara subtil dan artistik dibentangkan dalam frasa-frasa semantik dalam karya agung Kejahatan dan Hukuman (Prestuiplenie i Nakazani). Dalam karya ini kebebasan secara intrinsik tereksplisitkan dalam maknanya yang terdalam. Makna tersebut memperoleh keagungannya melalui pertautan kohesif dengan segenap unsur konstitutif manusia. Kebebasan dengan demikian terkait erat dengan permasalahan klasik theodisea yang tidak pernah tertuntaskan dalam perspektif rasionalitas. Kebebasan dengan demikian tertempatkan dalam suatu mosaik yang menghimpun berbagai unsur dengan segenap horison makna yang dikandunmgnya dalam suatu unitas tunggal yang mengandaikan otonomi dan dependensi masing-masing unsur. Dalam konteks inilah makna yang terkandung dalam kebebasan tersebut tereksplisitkan secara total dan definitif mirip dengan bola kristal yang senantiasa memancarkan cahaya makna baru.
Kebebasan juga memperoleh penegasannya yang khas dan unik dalam perspektif anarko-psikologi yang juga menjadi wilayah kajian Nietzsche dan Stirner. Dengan anarko-psikologi Dostoievsky mengangkat ke permukaan predikat manusia sebagai suatu kesadaran total dan kongkret di tengah-tengah dunia realitas, atau sebagai pusat jagat raya. Melalui pembongkaran radikal tersebut, Dostoievsky menggeserkan manusia ke dalam spektrum dunia nyata. Dengan langgam bahasa yang berani dan menantang dalam mempercakapakan manusia, celovek dan nasib manusia, sudba celovek yang menjadi kepedulian dan komitmennya, Dostoievsky melemparkan pemikiran filosofis dan gagasan-gagasan intuitf tentang manusia dan kebebasan dalam tataran makna eidos serta refleksif.
Atas dasar pemikiran inilah suatu diskursus tentang kejahatan serta kaitannya dengan kebebasan meonik menjadi suatu permasalahan filosofis yang menantang untuk dikaji. Dalam orientasi tersebut Dostoievsky membongkar dunia irrasionalitas, dimensi kehidupan batin dan tertransformasikan ke spektrum dunia imanensi, ke dalam manusia kongkret. Melalui orientasi tersebut kebebasan memperoleh makna dan signifikasi baru dan bermakna emansipatoris..
Dalam neneropong manusia dalam ceruk misteri dan kedahsyatan sebagai suatu personalitas yang sepanjang hidupnya merekonstruksikan diri, Dostoievsky bertolak dari pemahaman intuitif yang telah disebutkan sebelumnya. Melalui titik tolak ini dimensi kehidupan batin yang terdalam ditampilkan sebagai suatu kekuatan sublim yang menggetarkan. Sentuhan sentuhan artistik dengan muatan magis dan nuansa mistik mengakibatkan karya ini menjadi suatu kekuatan yang mempesona dan acap kali menakutkan. Sesuatu yang indah adalah sangat dahsyat dan menakutkan, demikian Schiller yang dikutip oleh Dostoievsky secara telak terpaparkan dalam Kejahatan dan Hukuman.
Dalam konteks kesadaran subyek sebagai dinamika, Kejahatan dan Hukumannya terpahamkan. Solipsisme teratasi dan totalitas menjadi primer adalah langkah awal bagi pemahaman tentang kejahatan dalam kaitannya dengan dimensi transendental, Tuhan yang tidak terjamah oleh Kant, tetapi oleh Dostoievsky tereksplisitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar